KIDUNG PUPUH JERUM PADA RITUAL HINDU BALI DALAM MENGUSIR AURA NEGATIF DI JAMAN COVID -19 PERSEFEKTIF : BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA

Authors

  • I Ketut Muada Universitas PGRI Mahadewa Indonesia
  • Nyoman Astawan Universitas PGRI Mahadewa Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.5281/zenodo.6757674

Keywords:

Kekidungan, Pupuh Jerum, Era Covid-19

Abstract

Di zaman modern saat ini, sekelompok penyanyi yang sudah teratur dalam metembang bahkan merupakan suatu profesinya sendiri disebut sekaa pesantian. Kegiatan nembang sangatlah penting karena mempunyai fungsi dan makna untuk kepentingan ritual seperti, upacara panca yadnya dalam agama Hindu. Berdasarkan kepercayaan orang Bali dengan nembang aura negative (buruk) bisa berubah positif (baik). Seperti ritual bhuta yadnya (caru/taur) syair-syair kekidungan memakai pupuh Jerum, bentuk dan fungsinya bersifat mengundang atau memanggil para aura-aura yang ada disegala arah. Hal tersebut mengandung makna agar aura-aura yang ada disegala penjuru arah tidak membawa keburukan, dengan ritual taur dan kekidungan aura akan berubah menjadi positif hingga terindar dari virus covid-19. Penelitian ini mempunyai manfaat yang sangat penting sekali, penulis akan mencoba mengungkap tentang; bentuk, fungsi, dan makna kekidungan Pupuh Jerum. Dengan mengungkap masalah tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif serta beberapa teori dalam melengkapi penelitian ini.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Aryasa IWM., 1976/1977,Perkembangan Seni Karawitan Bali, Proyek Sasana Budaya Bali Denpasar.

Astuti,SH., I Gusti Ayu, DKK 1998, Tembang Macepat Bali (Cecangkriman) di terbitkan Oleh Kantor Dokumentasi Budaya Bali, Propinsi Bali.

Bandem, Dr I Made, 1985/1996 Wimba Tembang macepat Bali, Laporan penelitian Proyek Pengembangan ASTI Denpasar.

Djirna, I Wayan dan I Wayan Roema, 1939, Taman sari I, Disponsori oleh De Ambtenar Ter basehikking Reseden Van Bali En Lombok.

Goris, R., 1954, Prasasti Bali, Lembaga Bahasa dan Budaya, Universitas Indonesia, NV Masa Baru, Bandung.

Mangun wijaya, M.Ng 1922, Serat Purwakanti.

Muada,Ketut, 2016, Thenik Pembelajaran Tembang Bali dengan Metode Garis, Penelitian Berbasis Pembentukan Karakter IKIP Bali, Denpasar.

Raka, Dewa ketut, 1998, Penuntun Kakawin, Koleksi Pribadi, Griya Tengah, Desa Batu Nunggul, Nusa Panida Klungkung.

Ranuh, I Gusti Ketut dan I Nengah Tingen, 1994. Aneka Gending-Gending Bali, Penerbit Aneka Ria, Denpasar.

Remen, Ketut., 1983, Tembang Kekidung Kakawin Pengiring Yadnya, Mengwi, Badung.

Sudiana, Putu, 1999, Tuntunan Melajah Megending, Koleksi, Mengwi Badung.

Soeripto, 2003, Dharmagita dalam kajian Kidung Bali dan Jawa, Naskah seminar 1 Agustus 2003.

Suarka, I Nyoman, 2003, Hakekat dan Jenis Dharmagita Perannya Di Masyarakat Bali Naskah Seminar Tanggal 1 Agustus 2003.

Sugiartha, I Gede, Arya, 1996. Reaktualisasi Gagendingan Bali; Antisipasi Kesenjangan Karawitan Pada anak-anak Usia Dini, Naskah Seminar Dies Natalis STSI Denpasar.

Sugriwa, I G B, 1976/1977.Penuntun Pelajaran Karawitan Bali, Proyek Sasana Budaya.

Wicaksana, I Dewa Ketut, 2003, Tembang Bali, Penelitian STSI Denpasar.

Zoetmolder, P J, 1985 Kelanguan, Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang, Penerbit Jakarta.

Published

2022-05-31

How to Cite

Muada, I. K., & Nyoman Astawan. (2022). KIDUNG PUPUH JERUM PADA RITUAL HINDU BALI DALAM MENGUSIR AURA NEGATIF DI JAMAN COVID -19 PERSEFEKTIF : BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA. Stilistika : Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Seni, 10(2), 267-280. https://doi.org/10.5281/zenodo.6757674