STUDI PEMBELAJARAN RELIGI HINDU DALAM GAMBAR RERAJAHAN ULAP-ULAP

Authors

  • I Komang Dewanta Pendit

Keywords:

Pembelajaran religi, Hindu, Ulap-ulap

Abstract

Gambar rerajahan Ulap-ulap sebagai salah bentuk sarana dalam upacara agama Hindu di Bali, khususnya upacara Mlaspas pelinggih suci dan bangunan rumah. Rerajahan Ulap-ulap dibuat di atas kain putih dengan gambar garis sederhana yang melambangkan simbol hakikat Tuhan dalam esensi Dewata Nawa Sangha. Membuat gambar Ulap-ulap dibuat oleh orang sudah melakukan penyucian diri seperti oleh seorang Pinandita/Pemangku dan seorang Pandita/Sulinggih. Untuk memahami keberadaan gambar Ulap-ulap tersebut diperlukan studi atau pembelajaran estetika visual dan religi Hindu. Studi atau pembelajaran spiritualitas religi Hindu. Garis memiliki esensi yang sangat penting dalam proses tahapan menggambar rerajahan Ulap-ulap, karena garis sebagai tahap awal menuju suatu visualisasi dalam membuat karya seni khususnya menggambar. Karya seni menggambar sebagai salah satu bagian dari kelengkapan kegiatan upacara keagamaan Hindu di Bali. Hal ini mengacu pada tatwa/ajaran; Satyam (kebenaran), Shiwam (kesucian), Sundharam (seni). Dengan demikian Sundharam merupakan hakikat seni yang bersifat universal dalam agama Hindu. Peranan garis sebagai unsur visual dalam karya seni gambar Rerajahan atau Ulap-ulap memiliki berbagai makna dan karakter imajinatif dalam ranah nilai religius. Maka karya seni gambar Ulap-ulap akan memiliki nilai estetik, religi dan spiritual sekaligus sebagai kekuatan religius yang bersifat transedental. Gambar Ulap-ulap merupakan bagian dari gambar Rerajahan yang dipakai sarana upacara agama Hindu di Bali memiliki ciri khusus yaitu; dibuat diatas kain putih yang digambar melalui unsur garis dalam bentuk simbol dan aksara/huruf Bali. Rerajahan Ulap-ulap walaupun digambar secara sederhana namun setelah diupacarai ritual Pasupati, akan memberikan vibrasi secara magis spiritualitas terhadap bangunan yang telah selesai secara fisik sekaligus memiliki makna spiritualitas relegius. Sehingga bangungan suci/pelinggih, ataupun bangunan rumah berfungsi secara kuat dan kokoh baik fisik maupun spiritualitas religius.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Budiman,Kris. 2011. Semiotika Visual,Konsep,Isu dan Ikonitas. Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAFI.

Dibia,I Wayan. 2012. Taksu. Denpasar: Bali Mangsi.

Ghazali,Adeng Muchtar. 2011, Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta

Kevin O‟Donnell. 2009. Sejarah Ide-ide .Kanisius: Yogyakarta Nala,Ngurah.2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya: Paramita.

Nurhasanah,Tuminanto. 2007.Kamus Besar bergambar Bahasa Indonesia, Jakarta: Anggota IKPI.

Puja Gede. 1986. Bhagawatgita: Universitas Indonesia,Taruma Negara, SESKO AD,SESKO AU,SESKO AL, Institut Hindu Darma.

Syarifudin.2013. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Tanggerang Selatan: Scientific Press. Sudharta, Rai Tjok. 2009. Sarasamusccaya. Surabaya: Paramita Surabaya.

Suhardana K.M. 2008. Dasar-dasar Kesulinggihan Suatu Pengantar Bagi Sisya Calon Sulinggih,Surabaya:Paramita

Titib,I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Tinarbuko,Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra Anggota

IKAPI

Triguna,Yudha,IB. 2003. Estetika Hindu Dan Pembangunan Bali. Denpasar,Mabhakti. Purwadi. 2007. Mengenal Gambar Tokoh Wayang Purwa. Sukoharjo-Surakarta:

CV.Cedrawasih.

Wijaya,Alit. 2012. Transpormasi Rerajahan pada Karya Seni Lukis. Progam Studi Seni Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Yudabakti,Watra.2007. Filsafat Seni Sakral. Surabaya:Paramita.

Published

2024-02-01